Perjalanan dimulai dari Maumere. karena asal lokasi kami berbeda-beda, yang dari Jakarta berangkat bareng, sisanya dari Makassar akan ketemu di Bali dan bareng ke Maumere. Coba tebak berapa berat carrier saya? DELAPAN PULUH KILO hahahaha. Ditambah satu ransel dan satu tas untuk alat menyelam.. wedan.. untung temen-temen saya baik hati mau bantuin angkat-angkat. Bang Jodi, Supir mobil yang kami sewa selama perjalanan overland ini, sudah standby. Beliau ini oke banget. Super saya rekomendasikan kalau ada yang mau overland ke flores. Beliau sungguh helpful dan paham jiwa pejalan ekstrim macem kami. Emang sih udah ada itinerary, tapi di tengah jalan selalu berusaha menyusupkan destinasi lain yang sejalan. Dan Bang Jodi tidak keberatan untuk nganterin.
Setelah makan, kami langsung cari info di Maumere bisa ngapain. Sebenarnya tujuan pertama kami adalah Danau Kelimutu di Moni, Ende. Tapi kami memilih untuk terbang ke Maumere baru jalan darat ke Ende. Akhirnya di Maumere kami singgah di Bukit Nilo. Bukit ini lokasi Patung Bunda Maria yang sangat besar. Macem di Rio dengan patung Jesusnya. Dari bukit ini, kita bisa liat gunung Lembata di Pulau Lembata yang ada di seberang Maumere. Cantik banget. Ga lama sih di sini, langsung cabut ke lokasi selanjutnya yaitu Sikka.
Ada apa di Sikka? Sikka ini terkenal dengan perkampungan tenunnya. Well karena saya pecinta kain-kain Indonesia, pastinya menyisipkan destinasi Sikka ke daftar destinasi. Jarak Sikka dan Kota Maumere lumayan jauh. Sekitar 2 jam lebih sedikit. Tapi sepanjang jalan melewati garis pantai selatan Pulau Flores. Parah cantik banget dan SEPI! Kami lari-lari di pantai, teriak-teriak ga ada yang denger hehehe. Tapi sayang di sini pasirnya hitam.

somewhere around Sikka. kayanya di sana masih banyak pantai yang ga ada namanya, suka-suka kita aja namain apa. hahaha.
Sampai di Perkampungan Tenun Sikka, kita akan disambut sama Gereja Tertua di Pulau Flores. Bangunannya masih kokoh berdiri. Kalau kalian belajar sejarah bangunan, pasti akan sadar kalau arsitekturnya mirip banget sama gereja-gereja di Eropa sana. Kembali ke tujuan utama kami, melihat proses pembuatan tenun Sikka.
Kami ditemani oleh seorang ibu ketua kelompok perkumpulan ibu-ibu penenun. Kita bisa ditunjukkan cara mereka menenun dan membayar Rp 200ribu untuk satu kelompok. Setelah setuju membayar biaya tersebut, mereka menggelar seluruh peralatan yang mereka pakai dalam proses penenunan. Pelajaran menenun dimulai.
Jadi, proses penenunan dimulai dari..
- Mengumpulkan buah kapas yang sudah matang. Lalu dijemur sambil dipukul-pukul di atas tikar. Kenapa harus dipukul-pukul? Kata ibu yang menjelaskan, supaya halus dan memisahkan biji-bijinya. Setelah dijemur beberapa kali dan sudah kering betul kemudian beralih ke proses kedua.
- Setelah dipukul-pukul, kapas-kapas dikumpulkan untuk diuntai menjadi benang kapas. Kapas-kapas ini dipintal dengan mesin pintal sederhana yang diputar dengan tangan. Ini susah banget menurut saya. Gimana coba tangannya si ibu bisa mengubah helaian kapas bisa jadi untanian benang kapas. Luar biasa. Saya mau niruin aja susah banget. Hahahaha
- Setelah dipintal, lalu benang-benang itu disusun di antara dua bambu tipis. Apa gunanya? Untuk memudahkan membentuk motif-motif. Butuh dua orang untuk menyusun benang-benang ini.
- Serelah benang-benang diuntai dan disusun, lalu diikat dengan akar rotan untuk membentuk motif.
- Setelah motif dibentuk, lalu direndam dalam cairan pewarna alami. Hijau dari pandan, merah dari akar pohon (aduh lupa nama pohonnya) yang dijual Cuma di Ende dan kuning dari buah. Butuh tiga tahun lamanya untuk mewarnai supaya menyerap dan tahan lama. Pewarnaan ini anti luntur. Kebayangkan kenapa mahal-mahal harganya? Soalnya susah buatnya. Warna-warna alami hanya berasal dari tumbuhan. Kalian bisa membedakan kain yang diwarnai dengan pewarna tekstil dan pewarna alami. Pewarna alami selain lebih mahal harganya, warnanya juga lebih kalem dan natural.
- Setelah proses pewarnaan selesai, lalu dimulai proses penenunan. Benang yang sudah disusun kemudian disatukan dengan benang lainnya, motif pun dibentuk. Kemudian dieratkan. Proses ini yang sering kita lihat dalam proses penenunan. Proses pembuatan masih sangat tradisional. Menggunakan bambu yang dikaitkan di kaki dan punggung. Punggung tidak boleh bungkuk dan kaki harus kuat menahan bambu untuk mempertahankan konstruksi kain tenun. Ini dia warisan tradisi Indonesia yang tidak boleh hilang.
Selesai melihat proses penenunan, kami belanja kain. Saya berhasil memborong tiga kain syal kecil dan satu taplak meja dengan motif khas sikka. Huhuhu tabungan pun amblas demi kain Indonesia.
Menjelang maghrib kami pun bergegas melanjutkan perjalanan menuju Moni untuk kemudian mengunjungi Danau Kelimutu yang terkenal. Sampai jumpa di Kelimutu š