
somewhere around kanawa island. personal photo
[Disclaimer : tulisan ini mengandung spoiler ending dari film Me Before You. Jika anda ingin menonton film ini sendiri, saya sarankan untuk melongkap beberapa paragraf di tengah tulisan ini. ]
Ya, saya tau lebih baik membaca buku dibandingkan menonton film. Tapi kadang otak saya lelah membaca untaian kata-kata dan menerjemahkan dalam imajinasi pribadi untuk bisa memahami apa yang saya baca. Otak saya sepertinya lebih bisa mencerna sesuatu informasi dalam bentuk gambar, gerak, warna atau rangsangan visual lainnya.
Menyenangkan rasanya tidak perlu berpikir keras dan tinggal mencerna apa yang kita lihat saja tanpa harus merengut karena ternyata imajinasi yang kita bayangkan tidak sesuai ketika diinterpretasikan oleh orang lain. Memang beberapa orang lebih memilih membaca buku dan hidup dalam imajinasi mereka dan ketika buku yang mereka baca dibuat dalam bentuk film. mereka kecewa. Itu kan masalah setiap film yang diadaptasi dari novel.
Well ya saya tetap lebih suka menonton film. Film yang saya tonton sepertinya dua kali lipat lebih banyak dibanding buku yang saya baca. Saya masih berusaha menjaga proporsi ini untuk menjaga otak saya terlalu malas berimajinasi.
Cukup dengan prolognya. Jadi. semalam ketika saya pulang dari kantor, jarang-jarang saya bisa memiliki waktu luang beberapa jam di malam hari karena sebagian besar hari saya biasanya baru mengganti pakaian kantor dengan piyama tidur rata-rata sekitar pukul 11 malam dan praktis saya tidak memiliki cukup energi lagi untuk melakukan aktivitas lain selain membaringkan punggung saya di kasur, saya memutuskan untuk menonton film yang belum sempat saya tonton di bioskop karena berbagai hal, biasanya karena film itu terlalu cepat turun dari layar atau memang saya sedang tidak ada waktu untuk menonton film (jangan tanya dengan siapa. saya salah satu orang yang menganut paham tidak masalah menonton film sendiri. well ya ini juga bagian dari justifikasi diri karena tidak memiliki pacar untuk menonton bersama. hahahaha). Kali ini saya memilih Me Before You yang merupakan adaptasi dari novel dengan judul yang sama karangan Jojo Moyes.
Saya berusaha tidak mencari resensi apapun dan tidak mencari tau tentang apa filmnya. Saya cuma melihat penjelasan bagian genre film yang menulis romance drama. Wah sepertinya menarik. Saya pikir sudah lama saya tidak menonton film romance yang cukup bagus selain beberapa film box office korea yang sarat cerita roman. Semoga bagus.
Setengah pertama perjalanan film cukup menarik dan ringan. Terlepas dari tergelitiknya pikiran saya mengenai alur cerita film ini yang menerangkan penokohan tokohnya sebagai pria kaya (luar biasa kaya bahkan punya kastil sendiri) di Inggris sana yang lumpuh karena kecelakaan, membenci dirinya setengah mati karena lumpuh dan sang gadis lebih muda beberapa tahun darinya yang berasal dari keluarga sederhana dengan kemelut persoalan ekonomi menjadi inti masalah setiap hari. Anda pasti bisa menebak ke mana arah film ini akan menuju. Ya mereka berdua saling jatuh cinta.
Masalah muncul ketika sang gadis tau bahwa sang pria kaya bertekad mengakhiri hidupnya saja karena merasa itu bukan hidupnya lagi setelah kecelakaan. Oke air mata saya mulai menggenang di ujung mata. Tenggorokan saya mulai tercekat. Saya memang sedikit cengeng untuk masalah emosi. Mudah sekali buat saya untuk menangis hanya karena film Good Dino atau How to Train Your Dragon.
Sang gadis berusaha mengubah keputusan sang pria. Mereka melakukan perjalanan ke tempat-tempat eksotis dan melakukan banyak hal yang menyenangkan. Ya hal ini menjadi mudah, uang bukan halangan mengingat sang pria berasal dari keluarga yang bahkan membeli pulau saja mereka mampu. Bagaimana jika tingkat kesulitannya saya naikkan dengan mengubah status sang pria menjadi golongan keluarga biasa saja. Rasanya roman ini tidak akan berjalan lancar. hahahahaha.
Awalnya saya hanya berkaca-kaca. Sampai pada satu scene di mana mengingatkan saya kepada memori dua tahun lalu. Dan sejak scene ini, air mata saya menjadi tidak terbendung.
Beberapa helai tissue saya habiskan, obat jerawat yang saya pakai leleh karena air mata. Saya tidak tau apa yang saya tangisi. Akhir cerita film yang menyedihkan atau fakta yang akhirnya saya sadari bahwa saya tidak ke mana-mana sejak dua tahun lalu. Fakta bahwa sepertinya saya hanya membohongi diri sendiri, pura-pura tidak terjadi apa-apa dan menginvestasikan perasaan pada hal-hal yang saya tau pada akhirnya bukan yang saya inginkan. Sepertinya keduanya.
Saya benci efek dari menonton film ini.
Lalu saya sadar bukankah semua film romansa itu tentang kesedihan, akhir yang pedih dan penuh air mata ya. Harusnya saya sadar itu dari awal.
28/09/2016