Modern Love, sebuah essay

Hi,

Bagaimana kabarnya setelah berhasil melalui pandemi global yang luar biasa mengubah hampir semua lini kehidupan kita? Jika Kamu membaca tulisan ini, artinya dua hal antara Kamu telah berhasil melalui semua kegilaan selama 3 tahun terakhir (yeah i know, after the pandemic it self isn’t easy) atau Kamu belum lahir waktu pandemi terjadi. I’m not going to talk about how hard to survive the pandemic, we all knew it was so hard to process.

Jadi selama pandemi, dalam rentang waktu 3 tahun, saya pernah baca buku judulnya Modern Love di mana akhirnya dibuat seriesnya di Prime, if you have time and have the subscription please watch it. Sampe tulisan ini dibuat udah ada dua season. Sebenernya di dalam buku dan series itu banyak cerita true story tentang kisah cinta masa kini. Ga semuanya berakhir bersama, awal mula ketemunya juga menarik, macem-macem banget. Bener-bener kaya kejadian real yang bisa aja kita hadapin. Ya emang berangkat dari kisah nyata kan. Modern Love yang versi buku ini diangkat dari essay edisi weekend New York Times.

Kalian mungkin bosen ya, kenapa si blog ini belakangan nulis tentang yang nyerempet-nyerempet ke sana terus hahaha. Karena pada dasarnya saya itu hopeless romantic dan saya ga malu mengakui hal ini. Toh kondisi emosional saya ini tidak mempengaruhi apapun dalam pekerjaan dan lainnya di kehidupan sehari-hari, ngapain malu dan ditutupin kan ya hehehe. Hopeless romantic itu bukan bucin si menurut saya, lebih kepada kami suka punya imajinasi yang konkrit dan ekspektasi yang cukup dramatis tentang sebuah kisah cinta.

Sebagai contoh, di salah satu sekuel kisah pacaran saya, saya pernah pergi sendirian ke museum karena (mantan) pacar saya saat itu ga bisa ikut dan dia bukan tipe yang suka ke museum. Di saat saya sendirian di museum, saya akan sangat berharap (mantan) pacar saya itu tiba-tiba datang dan nemenin. Bukan drama juga sih, kalo drama kan lebih cenderung halu ya. Tapi ini tuh kaya mengharapkan sebuah kejutan romantis di dalam kehidupan nyata yang mana ya persentase kejadiannya kan bisa aja nyaris 1% ya hahaha. Kecuali saya memang keturunan cenayang yang memang bisa mengirimkan sinyal-sinyal kinetik ke otak pasangan saya untuk tiba-tiba tergerak melakukan hal yang saya mau.

Kembali lagi ke Modern Love. Kemarin saya baca di salah satu akun instagram yang kontennya tentang berbagi jurus mendapatkan kesuksesan dalam percintaan masa kini. Kenapa digarisbawahi sekali bagian masa kininya? Di akun itu, dia bilang bahwa kisah cinta masa kini itu sulit sekali. Coba dulu zaman orang tua kita, ketemu, pandang-pandang-an, naksir, kirim surat, dilamar, nikah, punya anak. Kaya pathnya udah pakem gitu ya. Sederhana sekali.

Coba masa kini? harus cari yang COCOK. Duh bayangin cari yang cocok itu kaya nyari 1 orang di antara 8 miliar penduduk dunia. Kenal, sama-sama naksir ga taunya ga cocok, love languagenya beda lah, visinya beda lah, toxic lah. Pantesan ya lagu Perahu Kertas tuh menohok banget, apalagi yang dinyanyiin sama Tulus. Waduh, bikin korek-korek tanah di pojokan hahaha

Ku bahagia
Kau telah terlahir di dunia
Dan kau ada
Di antara miliaran manusia
Dan ku bisa
Dengan radarku
Menemukanmu

– Perahu Kertas / Dee Lestari –

Tuh kebayang ga betapa sulitnya harus nyari 1 orang yang cocok di antara miliaran manusia di dunia. Susah euy..
Ditambah lagi dengan mudahnya akses informasi yang bisa kita terima sekarang. Kita makin sadar akan apa yang kita butuhkan dan apa yang menurut kita penting. Zaman dulu mungkin bapak ibu kita ga terlalu paham akan konsep ini jadi mereka lebih mudah memutuskan di mana sebagian besar pengambilan keputusannya berdasarkan romansa. Sedangkan kita jadi punya lebih banyak faktor yang menjadi dasar pertimbangan.

Menurut saya, sebetulnya yang paling penting dan mungkin ini juga yang paling sulit dilakukan adalah bagaimana bisa mencari titik tengah atau middle ground untuk kedua belah pihak. Di mana middle ground ini berawal dari kesamaan keterbukaan informasi dan komunikasi. Ini yang ga mudah. Ada orang yang bisa dengan mudah mengemukakan isi kepalanya, ada juga orang yang sulit sekali menjelaskan apa maunya. Menurut saya lagi, di sini lah cinta bekerja. Cinta yang akan menumbuhkan compassion. Di mana compassion ini yang akan menjadi motor untuk memaksa bertemu di tengah. Effort atau usaha. Ini yang membedakan akhirnya.

Masalahnya level effort atau usaha ini juga macem-macem kan ya. Ada yang udah berusaha 10% tapi di pihak lainnya berharap usahanya di level 50%. Padahal 10% ini buat yang berusaha itu sudah sesuatu yang amat sangat besar. Dalam sebuah hubungan yang pernah saya jalani, pernah saya menerapkan strategi seperti saya mengelola tim di kantor dengan memberikan di awal daftar apa saja hal yang penting buat saya dengan harapan pasangan saya bisa memahami dengan baik apa hal penting yang saya harapkan dalam sebuah hubungan.

Saya pikir dengan demikian harusnya semua akan berjalan lancar. Ternyata tidak juga hahaha. Di sisi lain pasangan saya bukan orang yang terbiasa membuat dan menjelaskan apa saja hal yang dianggap penting jadi saya merasa clueless di sepanjang hubungan kami. Tanpa bermaksud mengkerdilkan usahanya, tapi beberapa kali usaha yang dilakukan, saya hanya merasa itu temporary dan dilakukan hanya untuk menghindari konflik. Hal ini membuat saya sedih.

Pada akhirnya saya mengambil kesimpulan bahwa cinta dan hubungan itu seharusnya mudah. Semudah bernapas. Jika tidak membuat kedua pihak mudah, mungkin memang bukan jalannya. Di sini saya belum mempertimbangkan faktor destiny yang tentu saja di film romantis selalu menjadi penyelamat seperti saat Mr Darcy berjuang untuk membebaskan Bridget Jones dari hukuman penjara di Thailand atau saat Mr Darcy berdamai dengan preferensi hidupnya yang serba teratur ketika melihat apartemen Bridget Jones yang serba berantakan. Yeah blame for quoting Bridget Jones Diary movie hahaha. Maaf banget nih sebagai anak Hopeless Romantic, Bridget Jones Diary dan seriesnya ini benar-benar menjadi sebuah referensi kisah cinta.

Mungkin apa yang perlu manusia masa kini lakukan untuk berdamai dengan semua tuntutan modern love adalah berdoa yang kenceng supaya faktor destiny bisa punya variable yang lebih kecil sehingga memperpendek penantian mencari 1 orang di antara miliaran manusia di dunia.

Stay sane, Modern People