Berburu imajinasi di ujung Labuan Bajo

(iya saya tau, catatan perjalan ini terlampau jauh jedanya dengan sekuel terakhir, entah.. saya seperti sedang mencari sesuatu untuk menggerakkan saya menyelesaikan catatan ini, namun tidak juga kunjung saya temukan :p)

Just take a break from a rat race :)

Just take a break from a rat race 🙂

Saya mungkin tipe pejalan yang senang membuat rencana di awal perjalanan, saya suka membayangkan rute perjalanan, seperti ada peta imajiner di kepala saya. Rasanya menyenangkan saja. Perjalanan kali ini sebenarnya sudah disusun agar kami semua bisa menginap semalam di Waerebo dan menikmati sunrise di atas awan namun beberapa rekomendasi di dunia maya mengantarkan saya ke sebuah destinasi di ujung Labuan Bajo. Beberapa ulasan tentang destinasi ini sangat baik. Saya memang mudah tergoda hahahaha. Segera sampai di Riung, saya langsung mempengaruhi anggota perjalanan untuk memasukkan destinasi ini ke dalam jadwal kami. Bermodal kenekatan dan keyakinan semoga driver kami tidak mengutuk rencana ambisius ini.

Apa sih destinasinya? Kenapa sampai begitu keras saya ingin ‘menyempilkan’ di sela-sela jadwal? Pernah dengar tentang Pulau Kanawa? Ingat, Kanawa loh.. bukan Kenawa. kenapa? karena keduanya dua pulau yang berbeda. Kanawa di Nusa Tenggera Timur dan Kenawa di Nusa Tenggara Barat.

Pulau Kanawa

Pulau Kanawa

Apa istimewanya? Pulau ini rasanya seperti magis yang menarik saya untuk datang berkunjung. Gambar -gambar yang beredar di Google sungguh menarik dan letaknya tidak jauh dari Labuan Bajo, sepertinya sih sempat kami kunjungi. Semoga..

Menurut informasi disini ketika saya mencari sumber untuk akomodasi di Kanawa, ada tiga pilihan yang bisa kita pilih mulai dari tenda, bungalow dan cottage. Tenda bisa untuk 3 orang, bungalow lebih private untuk 2 orang dan cottage lebih premium bisa sampai 4 orang. Karena semua tipe sudah habis dan tersisa tenda, ya sudah, kami terpaksa ambil demi pengalaman baru. Well ekspektasi kami akan tenda ini sangat rendah (belajar jangan kebanyakan ekspektasi.. kalo ga sesuai biar ga kecewa hahaha), tapi ternyata jauuuuh lebih bagus. Tenda dilengkapi kasur empuk, sprei linen warna biru tua (bersih bgt spreinya), bantai 2 buah. Bagaimana kami mandi? ada empat bilik kamar mandi umum yang bisa digunakan. Airnya payau sih, yah at least bisa bilas lah.. biaya yang dibayarkan tidak termasuk sarapan jadi harus nambah bayar lagi sekitar 25 ribu per orang.

Tenda di Kanawa

Tenda di Kanawa

IMG_0374

Kami berangkat dari Labuan Bajo pukul 1 siang. Jangan lupa beli makanan bungkus ya.. Ada sebuah warung makan khas padang yang bisa diandalkan. Berangkat dari pelabuhan menggunakan kapal antar jemput dari resort. Kapal cukup besar, cuaca cukup panas dan pemandangan sekeliling saya mendadak berubah menjadi lebih magis. Landscape lautan biru, langit cerah berawan, dihiasi dengan gugusan pulau kecil-kecil dengan vegetasi khas savana kering. kuning berkilau. CANTIK PARAH!!

IMG_0383

Setelah 30 menit menyebrangi lautan, kami sampai di sebuah pulau yang baguuus bgt dengan dermaga cantik di ujungnya.. rasanya saya mau menitikkan air mata sangking bahagianya. sungguh.. selesai menurunkan barang, makan dan melihat sekeliling, kami mulai berganti kostum dengan seragam kebangsaan, baju renang. hahahaha.. well, terakhir saya kena air laut itu di Riung, jadi sekitar 4 hari yang lalu jadi wajar ya kalau kami sangat bersemangat.. Menurut cerita, kalau beruntung kami bisa bertemu dengan pari manta dan hiu jenis black tip. Ini dia yang saya cariiii.. hewan laut yang belum pernah saya lihat sebelumnya.

Pemandangan Kanawa dari atas bukit

Pemandangan Kanawa dari atas bukit

jadi apa yang bisa dilakukan di Pulau ini?
1. Snorkeling >> saran saya, bawa sendiri semua alat snorkel kamu, karena lebih nyaman dan menghindari risiko ga nemu tempat yang menyewakan alat-alat ini. 2. Freediving >> ada beberapa slope dinding yang bisa jadi spot freedive. Hati-hati dan jangan menyelam tanpa buddy. Arus di sekitar pulau ini saat sore hari cukup kencang, jarak pandang sangat baik dan kondisi air sangat jernih. ah surga dunia buat saya ya kaya inilah kira-kira..
3. Berburu sunset >> siapkan diri kalian untuk menyaksikan salah sunset terbaik yang pernah saya lihat. berjalanlah ke dermaga sekitar jam 5 sore untuk melihat betapa indahnya matahari tenggelam
4. stargazing!! jangan cepat tidur! setelah makan malam, berjalanlah ke pantai terdekat dan rebahan di pasir, angkat kepala kalian dan voilaaaaaaa. hamparan bintang cantik di langit. mau hunting foto slow speed milky way? bisa banget. pasirnya agak basah karena hampir pasang, bawa tikar akan lebih nyaman. tapi kalo ga bawa sekalipun, ga masalah.. hehehe
5. Berburu sunrise >> bangunlah agak pagi, sekitar jam 5 pagi dan naiklah ke atas bukit, tidak jauh dan ada jalan setapak yang bisa diikuti. duduk lah ke arah kebalikan posisi matahari tenggelam, tunggu beberapa saat dan… saya jamin kalian akan menangis bahagia melihat keindahan salah satu tempat terbaik melihat matahari terbit..
6. scuba diving >> buat yang mau coba scuba atau hobi scuba, bisa nyobain karena pihak resort menyediakan peralatan dan dive guide.
7. BERSENANG-SENANG!!!!

dan apa yang saya dapatkan selama di Kanawa?

Matahari tenggelam dengan langit berwarna merah merona.

Matahari tenggelam dengan langit berwarna merah merona.

flare sunset yang luar biasa indah di Kanawa

flare sunset yang luar biasa indah di Kanawa

Dermaga cantik

Dermaga cantik

Beberapa penyelaman menyenangkan..

Beberapa penyelaman menyenangkan..

Foto freedive yang yah cukup bagus lah ya :p

Foto freedive yang yah cukup bagus lah ya :p

Sunrise hangat yang menyenangkan

Sunrise hangat yang menyenangkan

Sedikit narsis dengan cahaya yang bikin muka lebih cerah. hahaha

Sedikit narsis dengan cahaya yang bikin muka lebih cerah. hahaha

IMG_1995

IMG_2003

Mencoba Kano

Mencoba Kano

Pemandangan luar biasa

Pemandangan luar biasa

Dan jutaaaan kebahagiaan :)

Dan jutaaaan kebahagiaan 🙂

terima kasih Kanawa 🙂 sampai ketemu lagi..

I Left My Heart at Wae Rebo!

IMG_1781

— catatan perjalanan Flores Overland —

(Spoiler, mungkin ini akan jadi tulisan saya yang paling panjang seputar perjalanan di Flores)

Jam di mobil kami menunjukkan pukul 15.30 ketika memasuki Kota Ruteng. Agenda kami di kota ini cukup padat. Saya harus ke ATM untuk menyelesaikan beberapa urusan pembayaran akhir bulan. Kami perlu mampir ke rumah makan untuk membeli ransum makan malam karena di desa tujuan kami berikutnya tidak ada rumah makan. Kami juga harus ke swalayan terdekat untuk membeli perbekalan. Sedangkan kami harus mengejar matahari sebelum tenggelam untuk sampai ke Cancar. Apabila sampai Cancar matahari sudah terlanjur turun, kami tidak bisa melihat apapun.

Setelah semua urusan di kota selesai, kami segera mengarah ke Cancar. Sebenarnya sepanjang perjalanan di Kota Ruteng ini cukup indah. Banyak lokasi sawah-sawah yang cantik. Tapi sayang kami harus mengejar matahari sebelum tenggelam. Setelah adegan ngebut-ngebutan oleh pembalap handal kami, Bang jodi, akhirnya sampai juga di Cancar.

Cancar, Ruteng, Flores

Cancar, Ruteng, Flores

Apa sih Cancar ini? Jadi Cancar ini terkenal dengan lokasi pesawahan yang berbentuk sarang laba-laba. Sawah di beberapa daerah lainnya di Indonesia, biasanya berbentuk kotak, persegi atau berundak-undak dengan bentuk yang jelas entah itu kotak atau persegi panjang. Tapi di Cancar ini lain, bentuknya seperti pizza bulat yang dipotong segi tiga sama kaki. Kata Marsya, Cancar ini kaya setting lokasi syuting Lord of the Rings bagian Middle Earth. hahahaha.

IMG_0320

Untuk sampai di Cancar, dari kota Ruteng, perlu perjalanan sekitar 45 menit ke kaki bukit kemudian mendaki sebentar sekitar 15 menit. Ga terlalu jauh kok. Cuma agak curam. Itu yang bikin ngosngosan. Sampe di atas… taraaaaaa… ajaib banget..

DSCF0671

Selesai dari Cancar, matahari semakin redup, kami segera melaju ke Denge. Perjalanan kami masih sangat jauh ditambah Bang Jodi sakit gigi. Well, kami cuma berharap bisa sampe Denge dengan selamat. aamiin.

Perjalanan menuju Denge ini agak spooky. sepi. hutan semua. Sampe di suatu titik di mana saya pengen pipis banget tapi pastinya ga ada kamar mandi. Akhirnya memberanikan diri untuk pipis di balik batu besar. Apa yang bikin takut? ular saudara-saudaraaa. mana itu malem-malem gelap di tengah hutan. Untungnya tidak sepanjang jalan kami melewati hutan. Kami sempat melewati desa kecil yang sedang ada hajatan. Kami berhenti sebentar karena ingin melihat bintang bertaburan. Kami penasaran pengen foto milky way. Akhirnya Dika, kembali naik ke atap mobil untuk mencoba peruntungan mengambil gambar milky way. Saya bagian telpon ke teman saya di Makassar yang lagi trip juga ke selayar. Nanya teknis settingan kamera supaya bisa nangkep si milky way. Ternyata susah. hahahaha.

Perjalanan pun dilanjutkan. Saya tidak ingat banyak karena tertidur. Seingat saya, Bang Josi sempat beberapa membanting stir menghindari lobang dan jurang. Hujan lebat di beberapa titik dan pembicaraan tidak terlalu jelas dengan teman Bang Jodi.

Akhirnya pukul 11 malam, kami sampai di penginapan di Denge. rasanya saya ingin sujud sukur. Pengen banget mandi dan naro punggung, sekedar meluruskan pinggang dan kaki. Kami akhirnya makan malam setelah sekian lama menanti sampai di lokasi penginapan. Ditemani Pak Blasius, pemilik penginapan, kami makan makanan yang kami beli di Kota Ruteng tadi sore. Beliau bercerita medan ke Wae Rebo dan berbagai tips untuk mendaki ke sana. Beliau ini adalah seorang putra daerah Wae Rebo yang mengembangkan sarana pendukung wisatawan di Desa Denge. Desa Denge ini adalah desa terakhir yang bisa dicapai mobil sebelum akhirnya para pengunjung harus berjalan kaki sampai ke Wae Rebo. Pak Blasius bercerita bahwa medan cukup berat dan kami harus bangun pagi-pagi supaya sempat untuk turun ke bawah sebelum sore. Pada awalnya kami berniat untuk menginap di atas, tapi karena ingin mengejar Pulau Kanawa, kami harus mengorbankan menginap di Wae Rebo dan melakukan perjalanan satu hari.

Beliau bercerita bahwa medan sangat licin dan banyak pacet. Saya sempat begidik. Alam, salah satu peserta trip, adalah orang yang paling suka gombal, kalo ngomong selalu diserempetin masalah hati, menimpali Pak Blasius “Banyak ga pak pacet nya?” Kata Pak Blasius “Ga papa kok pacetnya nanti kalo udah puas juga dia jatuh sendiri, kalian juga harus nemuin pacet, pacet batin, supaya ngisep terus di hati” eaaaaaa yak eeee.. kenapa dia jadi ikutan gombal. hahahaha.

Setelah makan dan mandi, kami pun tidur, bersiap untuk perjalanan jauh esok hari. Kami harus bangun pagi-pagi. Esoknya, pukul 5.30 saya sudah bangun dan bersiap. Pak Blasius sudah membuatkan kami sarapan. Pukul 6.30 kami bersiap untuk naik. Persiapan kami sudah sangat lengkap, mulai dari coklat penambah energi, madu, air mineral, permen sampe sepatu olah raga (yang kemudian saya sesali karena licin bangeeet jadinya kalo pake running shoes. hahahahaha). Tebak, guide kami pake apa? cuma SENDAL JEPIT tanpa bawa apa-apa lagi. Luar biasa ya..

Perjalanan dimulai. Pendakian dari Desa Denge sampe ke pos satu lumayan panjang, mendaki terus tanpa ada bonus track datar. Sulit rasanya menyesuaikan langkah dengan sang guide. Napas saya memburu. Sampai di pos 1 kami beristirahat sebentar untuk minum. Bersama grup kami, ada sepasang wisatawan asing yang juga akan naik ke Wae Rebo.

Pos satu, muka masih pada sumringah..

Pos satu, muka masih pada sumringah..

Pos satu menuju pos dua ini lebih sulit lagi. Kenapa? semakin masuk ke dalam, hutan semakin rapat, tanah semakin licin dan diselingin beberapa kali gerimis, dan akhirnya pacet itu pun menyerang saya. hahahaha. padahal kaki udah ketutup rapet. tetep aja ada dua pacet yang berhasil masuk ke dalem kaos kaki.

Pos dua ke pos tiga sedikit lebih mudah, banyak bonus track di beberapa titik dan saya bisa melihat sudah sejauh apa perjalanan. hope management penting untuk masa seperti ini. saya butuh harapan untuk bisa terus naik. hahahaha.

Pos Dua, mau senyum aja kudu dipaksa dulu. Energi udah abis.. hahaha

Pos Dua, mau senyum aja kudu dipaksa dulu. Energi udah abis.. hahaha

Ini dia bonus yang akan kamu dapatkan ketika berhasil mencapai pos 2.

Ini dia bonus yang akan kamu dapatkan ketika berhasil mencapai pos 2.

Jalur mulai datar dan berkelok-kelok mengikuti bentuk gunung yang kami sisiri. Lama-lama di kejauhan, di sebuah tikungan, Kerucut-kerucut hitam mulai terlihat samar-samar di balik awan. yeaaaaaaaaay itu Wae Rebo udah keliatan. Saya sedikit mempercepat langkah.

Sampai di pos terakhir, kami perlu diam sebentar untuk membunyikan kentongan sebagai penanda ke desa bahwa ada pengunjung, kalau di bawah sudah siap, mereka akan membunyikan balasan dan kami baru boleh turun. Lumayan buat istirahat dan ngatur napas.

Semacem pintu masuk, para tamu harus membunyikan kelontong agar didengar warga desa, apabila diijinkan, maka tamu boleh masuk  ke desa.

Semacem pintu masuk, para tamu harus membunyikan kelontong agar didengar warga desa, apabila diijinkan, maka tamu boleh masuk ke desa.

Lalu kami berjalan sedikit dan taraaaaaaaaa. Terhampar di depan kami, tujuh rumah adat Wae Rebo yang ikonik. Saya dan Marsya langsung duduk di depan rumah paling besar. Mau copot rasanya kaki kami. Total perjalanan kami dari Desa Denge sampai  ke Wae Rebo sekitar 3 jam 30 menit, pace yang lumayan cepat untuk pemula. Untungnya kami ga sampe empat jam lebih.

Maafkan muka kami ya pemirsa.. ga bisa dikontrol. capek banget..

Maafkan muka kami ya pemirsa.. ga bisa dikontrol. capek banget..

Seluruh tamu diarahkan ke rumah yang paling besar. Rumah ini adlaah rumah kepala desa yang digunakan untuk menerima tamu desa. Beliau berbicara sebentar dalam bahasa Manggarai yang tidak kami pahami. Kemudian kami diarahkan menuju salah satu rumah yang digunakan untuk singgah para tamu. Di rumah ini para tamu akan makan dan menginap.

Kami langsung berkeliling Wae Rebo. Ngapain? cari spot foto dong.. hehehehe.

Majestic Wae Rebo

Majestic Wae Rebo

Sebagian besar warga di Waerebo ini berkebun kopi. Kopinya enak, cenderung light dan ga sepahit kopi Sumatra dan tidak seasam kopi Toraja. Rumah adat Wae Rebo disebut Mbaru Niang. Jumlahnya ada tujuh dan tidak dapat ditambah. Dalam satu rumah, terdapat beberapa keluarga yang menempati rumah tersebut. Mereka berbagi kamar-kamar dengan keluarga lain. Dalam satu rumah kerucut, terdapat tiga tingkat. Lantai paling dasar digunakan untuk kegiatan sehari-hari. Lantai kedua untuk menyimpan hasil kebun dan peralatan rumah. Lantai paling atas digunakan untuk menyimpan sesaji.

Akhirnya, Mas Katon Bagaskara, saya tau bagaimana rasanya nyanyi Negeri di Awan :)

Akhirnya, Mas Katon Bagaskara, saya tau bagaimana rasanya nyanyi Negeri di Awan 🙂

Cerita di balik pelestarian rumah adat Wae Rebo ini cukup heroik. Sampai tahun 2010, Mbaru Niang ini belum banyak diketahui orang. Tidak banyak rekam jejak tentang Wae Rebo di dunia maya. Sampai salah satu arsitek, Yori Antar memulai misi menemukan kembali Wae Rebo. Saat itu, hanya tersisa 4 Mbaru Niang yang berdiri, tiga sisanya dalam keadaan rusak berat. Yori kemudian memutuskan untuk membuat gerakan Rumah Asuh untuk mencari donatur agar rumah-rumah tersebut kembali berdiri. Misinya berhasil, tahun 2012, Unesco menjadikan Wae Rebo sebagai salah satu World Heritage.

Ibu-ibu Waerebo dan biji kopi legendaris, Flores Bajawa.

Ibu-ibu Waerebo dan biji kopi legendaris, Flores Bajawa.

Mbaru Niang ini juga sebenarnya menganut konsep yang sama dengan cara membagi sawah di Cancar. Menurut ibu yang saya temui di kaki bukit Cancar, Suku Manggarai membagi segala sesuatu yang mereka punya dengan cara mengiris berbentuk segitiga sama kaki, alih-alih membagi dengan cara kotak persegi.Menurut mereka pembagian ini akan lebih adil.

Cuaca sedang tidak terlalu bersahabat dengan kami, beberapa kali kami harus berteduh karena hujan kembali mengguyur Wae Rebo. Setelah selesai bermain bersama anak-anak Wae Rebo (seru banget mereka, nyanyi, makan coklat, gelendotan, minta gendong.. banyak lah..), foto-foto, keujanan, akhirnya saya makan, jangan khawatir, semua tamu yang mengunjungi Wae Rebo akan disediakan makanan khas. Entah apa namanya, banyak macamnya mulai dari lauk, sayur dan kerupuk. Yang pasti semuanya enaaaaak.

Mana giginya??? (malah nunjukin choki choki)

Mana giginya??? (malah nunjukin choki choki)

Ini anak-anak tourist friendly sekali. pangku, nyanyi, minta gendong, ga pake malu-malu

Ini anak-anak tourist friendly sekali. pangku, nyanyi, minta gendong, ga pake malu-malu

Sayang kami harus segera turun karena kami harus mengejar perjalanan menuju Labuan Bajo. Para guide juga tidak menyarankan untuk melakukan perjalanan menembus hutan Wae Rebo ketika hari terlalu sore. Maka kami segera bergerak turun. Perjalanan turun tidak juga menjadikan track lebih bersahabat. Hujan gerimis semakin sering turun, menjadikan track kami sangat licin. Harus menggunakan bantuan tongkat kayu supaya tidak jatuh tergelincir.

saran, bawalah trekpole atau kayu yang kokoh buat pegangan. disclaimer : penuh pacet!!

saran, bawalah trekpole atau kayu yang kokoh buat pegangan. disclaimer : penuh pacet!!

Perjuangan kembali kami lalui.. kaki udah tremor, pegel, mau copot rasanya.. akhirnya sampe lagi di Desa Denge sekitar jam 5 sore. Kaki saya benar-benar tidak bisa digerakkan. hahahahahaha. Saya dan Marsya lebih banyak menyeret kaki dibandingkan berjalan dengan semestinya. Tapi yang pasti, perjalanan jauh dan melelahkan ini tidak sia-sia. Saya tidak pernah menyangka akan bisa menginjakkan kaki di sana dan bermain dengan anak-anak Wae Rebo!!

Wae rebo..

Wae rebo..

Wae rebo, Flores, Nusa Tenggara Timur.

Wae rebo, Flores, Nusa Tenggara Timur.

Karena jauh dan susah mau ke sini, jangan pernah malu-malu foto all out. hahahaha

Karena jauh dan susah mau ke sini, jangan pernah malu-malu foto all out. hahahaha

we made it!!

we made it!!

Terima kasih ya Allah atas kesempatannya bisa liat negeri indah banget gini.. ga nolak kalo ada yang bayarin ke sini lagi. hehehe

Terima kasih ya Allah atas kesempatannya bisa liat negeri indah banget gini.. ga nolak kalo ada yang bayarin ke sini lagi. hehehe

Pengalaman ini yang akhirnya membuat saya mengadakan program #BukuBuatWaerebo. Saya tidak sampai hati membayangkan mereka harus berjalan sejauh ini untuk belajar dan mendapatkan ilmu pengetahuan. Desa Denge yang menjadi desa terakhir tumpuan mereka, harus ditempuh dengan medan yang tidak mudah dan waktu tempuh yang tidak sebentar.

Saya benar-benar meninggalkan hati saya di sana. Saya akan kembali lagi ke Waerebo untuk langkah yang lebih nyata.

Akhirnya jam 17.30 sampe penginapan lagi dengan keadaan kaki ga bisa digerakin. cuma bisa diseret. hahahaha

Akhirnya jam 17.30 sampe penginapan lagi dengan keadaan kaki ga bisa digerakin. cuma bisa diseret. hahahaha