I Left My Heart at Wae Rebo!

IMG_1781

— catatan perjalanan Flores Overland —

(Spoiler, mungkin ini akan jadi tulisan saya yang paling panjang seputar perjalanan di Flores)

Jam di mobil kami menunjukkan pukul 15.30 ketika memasuki Kota Ruteng. Agenda kami di kota ini cukup padat. Saya harus ke ATM untuk menyelesaikan beberapa urusan pembayaran akhir bulan. Kami perlu mampir ke rumah makan untuk membeli ransum makan malam karena di desa tujuan kami berikutnya tidak ada rumah makan. Kami juga harus ke swalayan terdekat untuk membeli perbekalan. Sedangkan kami harus mengejar matahari sebelum tenggelam untuk sampai ke Cancar. Apabila sampai Cancar matahari sudah terlanjur turun, kami tidak bisa melihat apapun.

Setelah semua urusan di kota selesai, kami segera mengarah ke Cancar. Sebenarnya sepanjang perjalanan di Kota Ruteng ini cukup indah. Banyak lokasi sawah-sawah yang cantik. Tapi sayang kami harus mengejar matahari sebelum tenggelam. Setelah adegan ngebut-ngebutan oleh pembalap handal kami, Bang jodi, akhirnya sampai juga di Cancar.

Cancar, Ruteng, Flores

Cancar, Ruteng, Flores

Apa sih Cancar ini? Jadi Cancar ini terkenal dengan lokasi pesawahan yang berbentuk sarang laba-laba. Sawah di beberapa daerah lainnya di Indonesia, biasanya berbentuk kotak, persegi atau berundak-undak dengan bentuk yang jelas entah itu kotak atau persegi panjang. Tapi di Cancar ini lain, bentuknya seperti pizza bulat yang dipotong segi tiga sama kaki. Kata Marsya, Cancar ini kaya setting lokasi syuting Lord of the Rings bagian Middle Earth. hahahaha.

IMG_0320

Untuk sampai di Cancar, dari kota Ruteng, perlu perjalanan sekitar 45 menit ke kaki bukit kemudian mendaki sebentar sekitar 15 menit. Ga terlalu jauh kok. Cuma agak curam. Itu yang bikin ngosngosan. Sampe di atas… taraaaaaa… ajaib banget..

DSCF0671

Selesai dari Cancar, matahari semakin redup, kami segera melaju ke Denge. Perjalanan kami masih sangat jauh ditambah Bang Jodi sakit gigi. Well, kami cuma berharap bisa sampe Denge dengan selamat. aamiin.

Perjalanan menuju Denge ini agak spooky. sepi. hutan semua. Sampe di suatu titik di mana saya pengen pipis banget tapi pastinya ga ada kamar mandi. Akhirnya memberanikan diri untuk pipis di balik batu besar. Apa yang bikin takut? ular saudara-saudaraaa. mana itu malem-malem gelap di tengah hutan. Untungnya tidak sepanjang jalan kami melewati hutan. Kami sempat melewati desa kecil yang sedang ada hajatan. Kami berhenti sebentar karena ingin melihat bintang bertaburan. Kami penasaran pengen foto milky way. Akhirnya Dika, kembali naik ke atap mobil untuk mencoba peruntungan mengambil gambar milky way. Saya bagian telpon ke teman saya di Makassar yang lagi trip juga ke selayar. Nanya teknis settingan kamera supaya bisa nangkep si milky way. Ternyata susah. hahahaha.

Perjalanan pun dilanjutkan. Saya tidak ingat banyak karena tertidur. Seingat saya, Bang Josi sempat beberapa membanting stir menghindari lobang dan jurang. Hujan lebat di beberapa titik dan pembicaraan tidak terlalu jelas dengan teman Bang Jodi.

Akhirnya pukul 11 malam, kami sampai di penginapan di Denge. rasanya saya ingin sujud sukur. Pengen banget mandi dan naro punggung, sekedar meluruskan pinggang dan kaki. Kami akhirnya makan malam setelah sekian lama menanti sampai di lokasi penginapan. Ditemani Pak Blasius, pemilik penginapan, kami makan makanan yang kami beli di Kota Ruteng tadi sore. Beliau bercerita medan ke Wae Rebo dan berbagai tips untuk mendaki ke sana. Beliau ini adalah seorang putra daerah Wae Rebo yang mengembangkan sarana pendukung wisatawan di Desa Denge. Desa Denge ini adalah desa terakhir yang bisa dicapai mobil sebelum akhirnya para pengunjung harus berjalan kaki sampai ke Wae Rebo. Pak Blasius bercerita bahwa medan cukup berat dan kami harus bangun pagi-pagi supaya sempat untuk turun ke bawah sebelum sore. Pada awalnya kami berniat untuk menginap di atas, tapi karena ingin mengejar Pulau Kanawa, kami harus mengorbankan menginap di Wae Rebo dan melakukan perjalanan satu hari.

Beliau bercerita bahwa medan sangat licin dan banyak pacet. Saya sempat begidik. Alam, salah satu peserta trip, adalah orang yang paling suka gombal, kalo ngomong selalu diserempetin masalah hati, menimpali Pak Blasius “Banyak ga pak pacet nya?” Kata Pak Blasius “Ga papa kok pacetnya nanti kalo udah puas juga dia jatuh sendiri, kalian juga harus nemuin pacet, pacet batin, supaya ngisep terus di hati” eaaaaaa yak eeee.. kenapa dia jadi ikutan gombal. hahahaha.

Setelah makan dan mandi, kami pun tidur, bersiap untuk perjalanan jauh esok hari. Kami harus bangun pagi-pagi. Esoknya, pukul 5.30 saya sudah bangun dan bersiap. Pak Blasius sudah membuatkan kami sarapan. Pukul 6.30 kami bersiap untuk naik. Persiapan kami sudah sangat lengkap, mulai dari coklat penambah energi, madu, air mineral, permen sampe sepatu olah raga (yang kemudian saya sesali karena licin bangeeet jadinya kalo pake running shoes. hahahahaha). Tebak, guide kami pake apa? cuma SENDAL JEPIT tanpa bawa apa-apa lagi. Luar biasa ya..

Perjalanan dimulai. Pendakian dari Desa Denge sampe ke pos satu lumayan panjang, mendaki terus tanpa ada bonus track datar. Sulit rasanya menyesuaikan langkah dengan sang guide. Napas saya memburu. Sampai di pos 1 kami beristirahat sebentar untuk minum. Bersama grup kami, ada sepasang wisatawan asing yang juga akan naik ke Wae Rebo.

Pos satu, muka masih pada sumringah..

Pos satu, muka masih pada sumringah..

Pos satu menuju pos dua ini lebih sulit lagi. Kenapa? semakin masuk ke dalam, hutan semakin rapat, tanah semakin licin dan diselingin beberapa kali gerimis, dan akhirnya pacet itu pun menyerang saya. hahahaha. padahal kaki udah ketutup rapet. tetep aja ada dua pacet yang berhasil masuk ke dalem kaos kaki.

Pos dua ke pos tiga sedikit lebih mudah, banyak bonus track di beberapa titik dan saya bisa melihat sudah sejauh apa perjalanan. hope management penting untuk masa seperti ini. saya butuh harapan untuk bisa terus naik. hahahaha.

Pos Dua, mau senyum aja kudu dipaksa dulu. Energi udah abis.. hahaha

Pos Dua, mau senyum aja kudu dipaksa dulu. Energi udah abis.. hahaha

Ini dia bonus yang akan kamu dapatkan ketika berhasil mencapai pos 2.

Ini dia bonus yang akan kamu dapatkan ketika berhasil mencapai pos 2.

Jalur mulai datar dan berkelok-kelok mengikuti bentuk gunung yang kami sisiri. Lama-lama di kejauhan, di sebuah tikungan, Kerucut-kerucut hitam mulai terlihat samar-samar di balik awan. yeaaaaaaaaay itu Wae Rebo udah keliatan. Saya sedikit mempercepat langkah.

Sampai di pos terakhir, kami perlu diam sebentar untuk membunyikan kentongan sebagai penanda ke desa bahwa ada pengunjung, kalau di bawah sudah siap, mereka akan membunyikan balasan dan kami baru boleh turun. Lumayan buat istirahat dan ngatur napas.

Semacem pintu masuk, para tamu harus membunyikan kelontong agar didengar warga desa, apabila diijinkan, maka tamu boleh masuk  ke desa.

Semacem pintu masuk, para tamu harus membunyikan kelontong agar didengar warga desa, apabila diijinkan, maka tamu boleh masuk ke desa.

Lalu kami berjalan sedikit dan taraaaaaaaaa. Terhampar di depan kami, tujuh rumah adat Wae Rebo yang ikonik. Saya dan Marsya langsung duduk di depan rumah paling besar. Mau copot rasanya kaki kami. Total perjalanan kami dari Desa Denge sampai  ke Wae Rebo sekitar 3 jam 30 menit, pace yang lumayan cepat untuk pemula. Untungnya kami ga sampe empat jam lebih.

Maafkan muka kami ya pemirsa.. ga bisa dikontrol. capek banget..

Maafkan muka kami ya pemirsa.. ga bisa dikontrol. capek banget..

Seluruh tamu diarahkan ke rumah yang paling besar. Rumah ini adlaah rumah kepala desa yang digunakan untuk menerima tamu desa. Beliau berbicara sebentar dalam bahasa Manggarai yang tidak kami pahami. Kemudian kami diarahkan menuju salah satu rumah yang digunakan untuk singgah para tamu. Di rumah ini para tamu akan makan dan menginap.

Kami langsung berkeliling Wae Rebo. Ngapain? cari spot foto dong.. hehehehe.

Majestic Wae Rebo

Majestic Wae Rebo

Sebagian besar warga di Waerebo ini berkebun kopi. Kopinya enak, cenderung light dan ga sepahit kopi Sumatra dan tidak seasam kopi Toraja. Rumah adat Wae Rebo disebut Mbaru Niang. Jumlahnya ada tujuh dan tidak dapat ditambah. Dalam satu rumah, terdapat beberapa keluarga yang menempati rumah tersebut. Mereka berbagi kamar-kamar dengan keluarga lain. Dalam satu rumah kerucut, terdapat tiga tingkat. Lantai paling dasar digunakan untuk kegiatan sehari-hari. Lantai kedua untuk menyimpan hasil kebun dan peralatan rumah. Lantai paling atas digunakan untuk menyimpan sesaji.

Akhirnya, Mas Katon Bagaskara, saya tau bagaimana rasanya nyanyi Negeri di Awan :)

Akhirnya, Mas Katon Bagaskara, saya tau bagaimana rasanya nyanyi Negeri di Awan 🙂

Cerita di balik pelestarian rumah adat Wae Rebo ini cukup heroik. Sampai tahun 2010, Mbaru Niang ini belum banyak diketahui orang. Tidak banyak rekam jejak tentang Wae Rebo di dunia maya. Sampai salah satu arsitek, Yori Antar memulai misi menemukan kembali Wae Rebo. Saat itu, hanya tersisa 4 Mbaru Niang yang berdiri, tiga sisanya dalam keadaan rusak berat. Yori kemudian memutuskan untuk membuat gerakan Rumah Asuh untuk mencari donatur agar rumah-rumah tersebut kembali berdiri. Misinya berhasil, tahun 2012, Unesco menjadikan Wae Rebo sebagai salah satu World Heritage.

Ibu-ibu Waerebo dan biji kopi legendaris, Flores Bajawa.

Ibu-ibu Waerebo dan biji kopi legendaris, Flores Bajawa.

Mbaru Niang ini juga sebenarnya menganut konsep yang sama dengan cara membagi sawah di Cancar. Menurut ibu yang saya temui di kaki bukit Cancar, Suku Manggarai membagi segala sesuatu yang mereka punya dengan cara mengiris berbentuk segitiga sama kaki, alih-alih membagi dengan cara kotak persegi.Menurut mereka pembagian ini akan lebih adil.

Cuaca sedang tidak terlalu bersahabat dengan kami, beberapa kali kami harus berteduh karena hujan kembali mengguyur Wae Rebo. Setelah selesai bermain bersama anak-anak Wae Rebo (seru banget mereka, nyanyi, makan coklat, gelendotan, minta gendong.. banyak lah..), foto-foto, keujanan, akhirnya saya makan, jangan khawatir, semua tamu yang mengunjungi Wae Rebo akan disediakan makanan khas. Entah apa namanya, banyak macamnya mulai dari lauk, sayur dan kerupuk. Yang pasti semuanya enaaaaak.

Mana giginya??? (malah nunjukin choki choki)

Mana giginya??? (malah nunjukin choki choki)

Ini anak-anak tourist friendly sekali. pangku, nyanyi, minta gendong, ga pake malu-malu

Ini anak-anak tourist friendly sekali. pangku, nyanyi, minta gendong, ga pake malu-malu

Sayang kami harus segera turun karena kami harus mengejar perjalanan menuju Labuan Bajo. Para guide juga tidak menyarankan untuk melakukan perjalanan menembus hutan Wae Rebo ketika hari terlalu sore. Maka kami segera bergerak turun. Perjalanan turun tidak juga menjadikan track lebih bersahabat. Hujan gerimis semakin sering turun, menjadikan track kami sangat licin. Harus menggunakan bantuan tongkat kayu supaya tidak jatuh tergelincir.

saran, bawalah trekpole atau kayu yang kokoh buat pegangan. disclaimer : penuh pacet!!

saran, bawalah trekpole atau kayu yang kokoh buat pegangan. disclaimer : penuh pacet!!

Perjuangan kembali kami lalui.. kaki udah tremor, pegel, mau copot rasanya.. akhirnya sampe lagi di Desa Denge sekitar jam 5 sore. Kaki saya benar-benar tidak bisa digerakkan. hahahahahaha. Saya dan Marsya lebih banyak menyeret kaki dibandingkan berjalan dengan semestinya. Tapi yang pasti, perjalanan jauh dan melelahkan ini tidak sia-sia. Saya tidak pernah menyangka akan bisa menginjakkan kaki di sana dan bermain dengan anak-anak Wae Rebo!!

Wae rebo..

Wae rebo..

Wae rebo, Flores, Nusa Tenggara Timur.

Wae rebo, Flores, Nusa Tenggara Timur.

Karena jauh dan susah mau ke sini, jangan pernah malu-malu foto all out. hahahaha

Karena jauh dan susah mau ke sini, jangan pernah malu-malu foto all out. hahahaha

we made it!!

we made it!!

Terima kasih ya Allah atas kesempatannya bisa liat negeri indah banget gini.. ga nolak kalo ada yang bayarin ke sini lagi. hehehe

Terima kasih ya Allah atas kesempatannya bisa liat negeri indah banget gini.. ga nolak kalo ada yang bayarin ke sini lagi. hehehe

Pengalaman ini yang akhirnya membuat saya mengadakan program #BukuBuatWaerebo. Saya tidak sampai hati membayangkan mereka harus berjalan sejauh ini untuk belajar dan mendapatkan ilmu pengetahuan. Desa Denge yang menjadi desa terakhir tumpuan mereka, harus ditempuh dengan medan yang tidak mudah dan waktu tempuh yang tidak sebentar.

Saya benar-benar meninggalkan hati saya di sana. Saya akan kembali lagi ke Waerebo untuk langkah yang lebih nyata.

Akhirnya jam 17.30 sampe penginapan lagi dengan keadaan kaki ga bisa digerakin. cuma bisa diseret. hahahaha

Akhirnya jam 17.30 sampe penginapan lagi dengan keadaan kaki ga bisa digerakin. cuma bisa diseret. hahahaha

Berkelana di Riung 17 Pulau, Flores

Flores, Overland!

Flores, Overland!

Bang Jodi (driver dan guide lokal andalan kami) melaju kendaraan kami membelah Pulau Flores dari titik selatan di Ende menuju ke Riung di Utara. Pada awalnya, Bang Malik sebagai perantara saya dengan Bang Jodi, meyakinkan kembali apa benar kami ingin mengunjungi Riung karena lokasinya yang jauh ada di utara dan jarang dikunjungi wisatawan karena jalurnya yang tidak sejalan dengan tujuan lainnya.

Jadi untuk melakukan perjalanan overland di Flores, jalur biasanya adalah jalur selatan karena sebagian besar objek terletak di daerah selatan. Mulai dari Labuan Bajo – Manggarai – Ruteng – Wae Rebo – Ende – Kelimutu atau sebaliknya.

Hasil searching saya menunjukkan bahwa di sebelah utara Flores juga ada surga tersembunyi untuk dijelajahi yaitu Riung. Riung terkenal dengan gugusan kepulauannya yang luar biasa cantik dan underwater yang masih perawan. well, sebagai seorang freediver, jiwa saya tergugah buat liat underwaternya. Jadi saya persisten sekali untuk memasukkan Riung di itinerary overland kali ini.

Seingat saya, perjalanan dari Ende menuju Riung adalah salah satu yang paling lama. Jam dua dari Ende dan sampe Riung sekitar jam 7 malam. Tapi, pemandangannya…. yang paling juara. Ini dia overland Flores yang sebenarnya. Kami benar-benar terhibur dengan pemandangan sepanjang perjalanan. Hampir setiap 500 meter sekali kami minta Bang Jodi untuk berhenti dan kami akan mengabadikan moment tersebut. Alhamdulillahnya, Bang Jodi cukup sabar. Bahkan ketika hujan turun pun kami tetap turun untuk mengambil gambar. sungguh dedikasi yang luar biasa kan. hahahaha.

Sampe naik ke atas kap mobil buat ngejar foto sunset di balik bukit dan pemandangan sabana!!

Sampe naik ke atas kap mobil buat ngejar foto sunset di balik bukit dan pemandangan sabana!!

ngejar foto ini nih..

ngejar foto ini nih..

in the middle of Ende and Riung

in the middle of Ende and Riung

Jam 7 malam kami sampai di penginapan. Lalu makan di tempat makan terdekat dari penginapan. Acara makan malam kali ini ditambah acara rapat dadakan karena mau ngubah itinerary. Kami ingin memasukkan Pulau Kanawa ke dalam tujuan destinasi sebelum sailing trip dimulai. Capek banget rasanya abis perjalanan panjang dan harus mikir. hahahaha. Selesai makan, kami tidur ga pake babibu. Soalnya besok janjian mau liat sunrise jam lima pagi. kalo bangun. aamiin.

Besoknya,
Saya dan Marsya (sahabat kuliah saya yang ikut trip ini), bangun agak terlambat. Dika, Bang Nopi dan Alam udah bangun duluan. Mereka semangat banget mau liat sunrise. hahahaha. Setelah jalan sekitar 20 menit, kami sampai di dermaga dan taraaaaaaaa sunrise di depan kami dan ternyata kami belum terlambat. yeaaay.. i can say, this is one of my best golden sunrise ever!!

warm sunrise at Riung, Flores

warm sunrise at Riung, Flores

IMG_0192

taken by ajeng karina sari

easy peasy morning

easy peasy morning

enjoy moment while it lasts :)

enjoy moment while it lasts 🙂

Matahari terbit rasanya selalu hangat. Kami duduk di dermaga sekitar satu jam dan merasa tidak pernah cukup tapi kami harus kembali ke penginapan untuk bersiap menjelajahi Riung hari ini.

Seperti apa sih Riung 17 Pulau? Riung ini termasuk dalam Taman Nasional yang terdiri dari 23 pulau kecil. Kenapa ya namanya 17 pulau? mungkin waktu didaftarin baru ditemuin 17 pulau. hehehe. Sebagian besar pulau di Riung ini tidak berpenghuni dan bentuknya berbukit. Ada Pulau Kalong, Pulau Ruton, Pulau Dua, Pulau Tiga, ga tau lagi apa amanya.. hahahaha. ga cukup satu hari menjelajahi Riung. menurut hitungan saya, mungkin butuh 3 hari full.

IMG_7028

Pulau-pulau di Riung ini cantik banget!!! landscape nya juara. kaya lukisan. gradasi pantai? jangan ditanya. Tapi arusnya cukup kenceng. Hati-hati ya kalo mau berenang di sana.

underwater view taken by dedika marlon

underwater view taken by dedika marlon

busy afternoon huh?  taken by dedika marlon.

busy afternoon huh? taken by dedika marlon.

taken by dedika marlon.

taken by dedika marlon.

taken by dedika marlon

taken by dedika marlon

Juaranya pulau apa? Pulau Ruton!! Sebenernya mirip sama Pulau Kelor di Kepulauan Komodo, tapi ini versi lebih sepi dan lebih jelas gradasi pantainya. Well, let the pictures speak more than words 🙂

View from Pulau Ruton

View from Pulau Ruton

yang pasti, Riung 17 Pulau, worth to visit when you plan to trip to Flores!!

DSCF0522DSCF0503

with a view like this, who's need an escape?

with a view like this, who’s need an escape?

let me introduce to you, Ruton Island, Riung, Flores, Indonesia

let me introduce to you, Ruton Island, Riung, Flores, Indonesia

hail to positive buoyancy body!!

hail to positive buoyancy body!!

DSCF0454

say aaaa!

say aaaa!

freediving at Riung, Flores

freediving at Riung, Flores

cheese from underwater!!

cheese from underwater!!

taraaaa! Riung 17 Pulau!

taraaaa! Riung 17 Pulau!

the happy faces!

the happy faces!

you jump, i jump!

you jump, i jump!

taken by dedika marlon. he said, this is most enormous starfish he ever seen. well around 17.

taken by dedika marlon. he said, this is most enormous starfish he ever seen. well around 17.

DSCF0429

see you again Riung!!

see you again Riung!!

super gorgeous Indonesia!

super gorgeous Indonesia!

Tips :
1. Vegetasi di Riung ini sebagian besar adalah ilalang dan jenis tanaman rambat berduri. pake alas kaki yang proper ya.
2. Di sana hampir ga ada penduduk di pulau-pulaunya. Jadi, jangan nyampah ya. bawa lagi sampah mu.

Bung Karno dan Kota Ende

 

bangsa yang baik adalah bangsa yang menghargai sejarahnya. Jas Merah!

bangsa yang baik adalah bangsa yang menghargai sejarahnya. Jas Merah!

Maafkan saya kalau kali ini akan sarat dengan kisah sejarah. Saya memasukkan Ende dalam destinasi karena ingin sekali mengunjungi rumah pengasingan bung karno. Yep, Bung Karno diasingkan ke Kota Ende Flores oleh Belanda pada tahun 1933 karena aktivitasnya dengan Partai Nasional Indonesia yang dianggap Belanda terlalu radikal dan membahayakan posisi Belanda.

Mungkin ada yang pernah nonton film Soekarno? terlepas dari kontroversi film tersebut, paling tidak kita jadi tahu tentang sejarah salah satu proklamator kita. Di film itu diceritakan waktu Soekarno diasingkan ke Bengkulu dan akhirnya bertemu dengan Fatmawati. Sebelum diasingkan ke Bengkulu, sebenarnya Seokarno sudah pernah diasingkan ke Ende, Flores selama 4 tahun.

Bung Karno tinggal di Ende bersama Inggit Ganarsih, Ibu mertua dan dua anak angkatnya. Dalam berbagai catatan, Soekarno menggambarkan kota Ende sebagai kota mati yang dianalogikan sebagai ujung dunia. Soekarno banyak menghabiskan waktu dengan duduk di bawah pohon sukun yang dipercaya sebagai tempat Soekarno mendapatkan ilham tentang Pancasila.

Kembali ke perjalanan kami. Sebenarnya saya agak pesimis bisa masuk ke dalam Rumah Pengasingan Bung Karno, kenapa? soalnya menurut informasi, rumahnya akan ditutup pada Hari Minggu dan kalau penjaganya sedang ke tidak di lokasi. dan perjalanan kami di Ende ini jatuh pada hari Minggu. Ya sudahlah. mampir di depan rumahnya aja ga papa kali ya. kalaupun cuma bisa liat luarnya aja. Mari tidak berekspektasi banyak.

setelah perjalanan sekitar 4 jam menuju kota Ende dari Moni dan akhirnya kami makan juga setelah perjalanan panjang, sampailah di lokasi Rumah Bung Karno. Voilaaaaaaa ternyata dibuka!! yeay!! ada satu rombongan lain yang udah sampe duluan sebelum kami. tapi mereka sudah hampir selesai.

Panorama view of Bung Karno's exile home.

Panorama view of Bung Karno’s exile home.

akhirnya, yeaaaaaaaaay. Napak tilas sejarah Bung Karno..

ada dua ruang tidur dan satu ruang untuk sholat dan meditasi. di bagian belakang bangunan utama ada paviliun dan sumur yang katanya masih bisa dipakai. saya ga nyobain nimba juga sih. Nampaknya rumah ini baru dipugar. Menurut informasi, tahun 2010, empat perusahaan besar mendanai pemugaran rumah ini dengan dana CSR mereka. Nama-nama perusahaan besar ini bisa dilihat di tembok belakang. Halaman belakang enak banget buat duduk-duduk. Damai, tenang..

the backyard bench

the backyard bench

Pro Patria Dedicatio Nostra

Pro Patria Dedicatio Nostra

Selesai muter-muter, kami bergerak menuju halaman depan dan rumah ini ditutup untuk pengunjung pada hari itu. Kami resmi jadi pengunjung terakhir yang beruntung. Alhamdulillah ya..

Banyak benda-benda personal Bung Karno yang bisa kita liat di rumah ini. Beberapa surat, lukisan, benda pribadi seperti tongkat dan benda lainnya bisa dilihat. Menurut cerita, Bung Karno sering bikin semacam story board cerita teater tentang perjuangan beliau dan bangsa ini melawan Belanda. Tapi sayang, sekarang cuma sisa sedikit yang bisa diselamatkan.

IMG_1249

IMG_1254

Setelah puas di tempat ini, kami bergegas menuju garis pantai selatan Pulau Flores untuk menuju ke utara, tujuan kami berikutnya, Riung 17 pulau.

di sepanjang jalan, kami melewati Pantai Batu. Pantainya dipenuhi batuan koral warna warni yang kata orang di sana ga pernah habis dan selalu muncul dari dalam laut. Bagus deh pantainya.

Pantai Batu Warna Warni

Pantai Batu Warna Warni

take a break from a rat race

take a break from a rat race

IMG_0174

from the flores abbey road :p

from the flores abbey road :p

gorgeous hill around Ende, Flores

gorgeous hill around Ende, Flores

see you around Riung 17 Pulau, everyone!!